Dalam interaksi dan interelasi
sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal
alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar
dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang
wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara
mengelolanya.
Dari pandangan baru dapat kita
lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan
konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik
sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal
mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.
Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
A. Faktor Manusia
- Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
- Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
- Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
- Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
- Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
- Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
- Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
- Interdependensi tugas.
- Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
- Perbedaan nilai dan persepsi.
- Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
- Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
- Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
- Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif
maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
- Menghambat komunikasi.
- Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
- Mengganggu kerjasama atau “team work”.
- Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
- Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
- Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
Akibat Positif dari konflik:
- Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
- Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
- Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
- Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
- Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Cara atau Taktik Mengatasi
Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu
konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat
diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa
untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik
tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut
berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang
bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha
pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik,
demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi
pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti
faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten
dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian
yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang
dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa
mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha
menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran
informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur.
Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara
bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu
penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari
hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu
berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini
memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah
satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat
perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi
lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah
dan menyerah secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak
ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa
tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak
ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak
ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang
mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak
secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling
agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation):
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu
mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara
terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku
mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk
memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka
sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik
untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak
terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah
yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam Mengatasi Konflik:
- Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
- Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
- Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
- Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
- Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
- Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
- Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
- Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.